PERGOLAKAN TRAGEDI SAMPANG
JAKARTA
(VoA-Islam) –Peristiwa
berdarah Sunnah-Syiah di Dusun Nangkernang, Sampang Madura, pada Ahad pagi, 26
Agustus 2012 lalu, mengundang keprihatinan dari berbagai kalangan umat Islam
termasuk Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab.
Beliau menyampaikan pernyataan sikap tegas atas peristiwa tersebut di situs fpi.or.id,
hari ini, Selasa, 28 Agustus 2012.
Berikut ini
adalah pesan Imam Besar FPI, Habib Muhammad Rizieq Syihab untuk seluruh
Keluarga Besar Front Pembela Islam (FPI) :
"KONFLIK
BERDARAH Sunni - Syiah tidak boleh terjadi. Sunni harus bisa menahan diri dan
Syiah harus tahu diri. Artinya, Sunni tidak boleh tunjuk hidung dengan
mengkafirkan Syiah, apalagi menggeneralisir bahwa semua Syiah kafir, tapi
Sunni tetap wajib mengkafirkan aneka pemikiran yang nyata-nyata kafir dari
siapa pun datangnya, seperti pemikiran bahwa Al-Qur'an ada kekurangan akibat
tahrif, Jibril as salah membawa risalah kepada Muhammad SAW mestinya untuk yang
lain, ada umat Islam yang lebih afdhol dari Rasulullah SAW, ada Nabi Baru
setelah Nabi Muhammad SAW, pengkafiran Muhajirin dan Anshor serta Shahabat
lainnya yg mengikuti Muhajirin dan Anshor dengan Ihsan, apalagi mempertuhankan
manusia, dan sebagainya.”
Ada pun
Syiah, wajib insyaf dan sadar untuk tidak menyebar luaskan ajarannya di
negeri-negeri Sunni, termasuk Indonesia, baik aqidah mau pun syariah, apalagi
sikap MENISTAKAN hal-hal yang dimuliakan Sunni, agar tidak memancing konflik.
Jika Sunni menahan diri dan Syiah tahu diri, maka dialog dengan ilmu dan adab
dalam berbagai perbedaan Sunni dan Syiah bisa dibangun, sehingga konflik
berdarah pun bisa dihindarkan.
Waspadalah,
Zionis dan Salibis Internasional sedang melakukan program ADU DOMBA Sunni dan
Syiah di seluruh dunia secara besar-besaran, bahkan ADU DOMBA Sunni dengan
Sunni, dan Syiah dengan Syiah.
Seluruh
Aktivis FPI wajib menjadi benteng Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, pecinta
sejati Rasulullah SAW dan Ahlul Baitnya serta semua Shahabatnya, tapi tidak
boleh sembarangan mengkafirkan madzhab-madzhab Islam yang ada dan diakui sejak
lama oleh Ulama Salaf mau pun Khalaf dengan aneka ragam perbedaannya, apalagi
melakukan penyerangan secara fisik.
Al-Imam Abul
Hasan Al-Asy'ari RA telah menetapkan Kaidah Aqidah Aswaja yaitu : Tidak
mengkafirkan seorang pun dari Ahli Qiblat hanya karena perbedaan Furu'uddin
atau Ushul Madzhab, baik dalam Aqidah mau pun Syariah, kecuali dalam Ushuluddin
(Ushul Islam) baik dalam Aqidah mau pun Syariah. Dan Imam Al-Isfarayani RA
meletakkan Kaidah Aqidah Aswaja lainnya, yaitu : Memvonis Islam terhadap seribu
orang kafir dengan satu syubhat LEBIH BAIK daripada memvonis Kafir terhadap
seorang muslim dengan seribu syubhat.
Ayo, jaga
UKHUWWAH ISLAMIYYAH dalam perbedaan Madzhab! Bangun Dialog dengan Ilmu dan Adab
sesama Madzhab Islam! Jangan saling mengkafirkan, apalagi saling menyerang dan
membunuh! Stop segala bentuk penistaan terhadap Rasulullah SAW dan Ahlul
Baitnya serta para Shahabatnya! Rapatkan barisan dan satukan potensi untuk
melawan Zionis dan Salibis Internasional! Allahu Akbar !!! "
Jakarta, 10
Syawwal 1433 H – 28 Agustus 2012 M.
Analisis
:
1. Faktor Pemicu Konflik
?
Faktor
pemicu konflik tersebut adalah perbedaan faham islam antara Sunnah Islam suni dan Syiah sehinggah Syiah yang menjadi
pihak pendatang dan menyebar luaskan ajarannya di daerah sampang tidak bisa
diterima oleh penduduk pribumi yang mayoritas nya memegang faham Islam Sunni
karena mereka berpendapat bahwa faham syiah itu bukanlah ajaran Islam (sesat) .
Berikut adalah beberapa perbedaan antara faham Sunni dan Syiah :
Berikut adalah beberapa perbedaan antara faham Sunni dan Syiah :
- Syi’ah menolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu musthalah hadits.
- Syi’ah memandang “Imam” itu ma’sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).
- Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.
- Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/ pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi dakwah dan kepentingan umat.
- Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar As-Siddiq, Umar Ibnul Khatab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib .
2. Dampak Sosial ?
Menyebabkan konflik dan kerusuhan berdarah
akibat perbedaan pendapat .
kemudian berdampak pula pada kalangan anak-anak dan kaum perempuan , hak mereka menjadi terebut seperti bermain bersekolah dan lain-lain , sehingga menyisakan sedih dan trauma
kemudian berdampak pula pada kalangan anak-anak dan kaum perempuan , hak mereka menjadi terebut seperti bermain bersekolah dan lain-lain , sehingga menyisakan sedih dan trauma
3. Cara Penanganan
Seharusnya
kedua belah pihak yang sedang berkonflik harus saling intropeksi .
Sunni harus bisa menahan diri dan Syiah harus tahu diri. Artinya, Sunni tidak boleh tunjuk hidung dengan mengkafirkan Syiah, apalagi menggeneralisir bahwa semua Syiah kafir, tapi Sunni tetap wajib mengkafirkan aneka pemikiran yang nyata-nyata kafir dari siapa pun datangnya, seperti pemikiran bahwa Al-Qur'an ada kekurangan akibat tahrif, Jibril as salah membawa risalah kepada Muhammad SAW mestinya untuk yang lain, ada umat Islam yang lebih afdhol dari Rasulullah SAW, ada Nabi Baru setelah Nabi Muhammad SAW, pengkafiran Muhajirin dan Anshor serta Shahabat lainnya yg mengikuti Muhajirin dan Anshor dengan Ihsan, apalagi mempertuhankan manusia, dan sebagainya.”
Sunni harus bisa menahan diri dan Syiah harus tahu diri. Artinya, Sunni tidak boleh tunjuk hidung dengan mengkafirkan Syiah, apalagi menggeneralisir bahwa semua Syiah kafir, tapi Sunni tetap wajib mengkafirkan aneka pemikiran yang nyata-nyata kafir dari siapa pun datangnya, seperti pemikiran bahwa Al-Qur'an ada kekurangan akibat tahrif, Jibril as salah membawa risalah kepada Muhammad SAW mestinya untuk yang lain, ada umat Islam yang lebih afdhol dari Rasulullah SAW, ada Nabi Baru setelah Nabi Muhammad SAW, pengkafiran Muhajirin dan Anshor serta Shahabat lainnya yg mengikuti Muhajirin dan Anshor dengan Ihsan, apalagi mempertuhankan manusia, dan sebagainya.”
Ada pun Syiah, wajib insyaf dan sadar untuk tidak menyebar luaskan
ajarannya di negeri-negeri Sunni, termasuk Indonesia, baik aqidah mau pun
syariah, apalagi sikap MENISTAKAN hal-hal yang dimuliakan Sunni, agar tidak
memancing konflik. Jika Sunni menahan diri dan Syiah tahu diri, maka dialog
dengan ilmu dan adab dalam berbagai perbedaan Sunni dan Syiah bisa dibangun,
sehingga konflik berdarah pun bisa dihindarkan
0 komentar:
Posting Komentar